Kesehatan Mental

Kisah Para Perempuan yang Terjebak dalam Sistem Kesehatan Mental Afghanistan

sistem kesehatan mental Afghanistan
0 0
Read Time:2 Minute, 20 Second

Sistem kesehatan mental Afghanistan menghadapi krisis serius. Perempuan menjadi kelompok yang paling terdampak karena trauma perang, keterbatasan layanan, dan stigma sosial. Alih-alih menerima dukungan penuh, banyak dari mereka justru terjebak dalam perawatan yang mengurung, bukan menyembuhkan.


Stigma dan kenyataan pahit bagi perempuan dalam sistem kesehatan mental Afghanistan

Masyarakat sering menganggap gangguan mental sebagai aib. Keluarga lebih memilih menyembunyikan perempuan yang sakit daripada mencari bantuan profesional. Pandangan ini membuat banyak perempuan menutup diri, menahan gejala, dan enggan mencari pertolongan.

Ketika depresi atau kecemasan muncul, lingkungan biasanya mengarahkan pasien ke pengobatan tradisional atau ritual. Pilihan itu memang memberi rasa nyaman sementara, tetapi menunda perawatan medis yang sebenarnya dibutuhkan.


Akses minim: fasilitas dan tenaga medis sangat terbatas

Fasilitas kesehatan mental terkonsentrasi di kota besar. Warga desa harus menempuh perjalanan jauh hanya untuk berkonsultasi dengan psikiater. Jumlah tenaga ahli juga sangat sedikit. Dokter yang bertahan sering menangani pasien dalam jumlah berlebihan, sehingga kualitas layanan menurun.

Kondisi ini membuat banyak kasus terlambat tertangani. Perempuan yang membutuhkan terapi berkelanjutan sering berhenti di tengah jalan karena jarak, biaya, dan keterbatasan obat.


Praktik perawatan yang sering merugikan perempuan

Banyak keluarga memasukkan perempuan ke institusi tanpa izin mereka sendiri. Di dalam fasilitas, pasien hidup di bawah aturan ketat, akses keluar dibatasi, dan aktivitas rehabilitatif jarang tersedia. Situasi seperti itu menambah rasa terasing.

Ketika obat diberikan, perawatan biasanya hanya berfokus pada aspek medis. Terapi bicara atau dukungan psikososial jarang hadir. Padahal, pendekatan menyeluruh sangat penting bagi pemulihan trauma.

Baca Juga : Promo Tiket KAI Hadir di Jakarta Fair 2025


Budaya dan agama: hambatan sekaligus peluang

Keluarga sering membawa anggota yang sakit ke pemuka agama terlebih dahulu. Dukungan spiritual memberi ketenangan, tetapi tidak cukup untuk menyembuhkan. Jika praktik ini menggantikan perawatan medis, kondisi pasien semakin parah.

Di sisi lain, beberapa pemuka agama progresif mulai bekerja sama dengan tenaga kesehatan. Mereka mendorong keluarga agar membawa pasien ke klinik. Kolaborasi ini membuka jalan penting untuk menghubungkan keyakinan tradisional dengan pendekatan medis.


Inisiatif lokal: secercah harapan di tengah keterbatasan

Aktivis perempuan mendirikan kelompok dukungan kecil dan menyebarkan edukasi tentang kesehatan mental. Konseling informal mereka memberi ruang aman bagi banyak perempuan.

Beberapa program telemedicine juga mulai berjalan. Meskipun infrastruktur internet masih terbatas, layanan ini memberi alternatif bagi warga desa. Generasi muda menggunakan media sosial untuk berbagi pengalaman dan mengajak teman sebaya mencari bantuan profesional. Gerakan kecil ini menandai perubahan budaya yang sedang tumbuh.


Reformasi mendesak untuk memperbaiki sistem kesehatan mental Afghanistan

Perubahan nyata hanya bisa terjadi jika langkah berikut diambil bersama:

  • Melatih lebih banyak tenaga kesehatan mental lokal.
  • Menyebarkan layanan ke wilayah pedesaan.
  • Mengedukasi masyarakat untuk menghapus stigma.
  • Menggabungkan terapi medis dan psikososial dalam setiap kasus.
  • Membangun kerja sama erat antara komunitas, pemuka agama, dan profesional medis.
  • Mengembangkan layanan berbasis komunitas dan teknologi jarak jauh.

Dengan langkah-langkah ini, layanan bisa bergerak dari sistem isolasi menuju sistem pemulihan yang manusiawi.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %